Thursday, February 16, 2017

Tradisi Kabanti Sebagai Tradisi Lisan Masyarakat Wakatobi (3)


foto diambil dari facebook
Tradisi di pulau wakatobi















Kabanti Tradisi Lisan Masyarakat Wakatobi

Tradisi budaya wakatobi
Sebagai perangkat pembangun dan penyebarluasan konsep-konsep sosial dan moral, tradisi lisan sampai sekarang masih berkembang di dalam masyarakat pendukungnya. Diantara tradisi lisan yang sampai saat ini masih berkembang tersebut adalah batata (mantra), kabanti (nyanyian rakyat), tangke-tangkeku ( teka-teki), tula-tula (cerita rakyat), dan ada tradisi yang berbentuk melodrama yaitu kenta-kenta dan tradisi lisan sangka'a. Tradisi lisan yang lain adalah upacara adat nabu bangka-bangka dan bangka mbule, serta tradisi berupa ungkapan tradisional dalam upacara adat perkawinan. Tradisi lisan batata dipergunakan oleh masyarakat wakatobi dalam berbagai kehidupan. Seperti saat berkebun, melaut, berdagang, pengobatan, sampai dengan acara berhias atau dengan kata lain bahwa masyarakat wakatobi menggunakan batata pada segenap tindakan dalam kehidupan.


Tradisi budaya wakatobi
Sebagai mana bentuk mantra pada umumnya, batata dalam masyarakat wakatobi mengenal bagian inti mantra dan sampiran mantra. Masyarakat wakatobi mengenal inti mantra yang bernuansa keislaman dan inti mantra yang sarat dengan nuansa animisme/dinamisme. Inti mantra yang berciri khas nilai-nilai keislaman terbagi berdasarkan strata sosial masyarakat di wakatobi. Masyarakat wakatobi dan buton pada umumnya mengenal empat tingkatan strata sosial yaitu kaomu dan walaka sebagai strata atas, maradika dan batua sebagai strata yang lebih rendah. Masyarakat batua menggunakan inti mantra yang dimulai dan ditutup dengan menggunakan kalimat "Ashadu Allah Ilaha Ilallah wa Ashadu anna Muhammad Darasulullah", sedangkan pada strata masyarakat maradika menggunakan inti mantra dengan kalimat "La ilaha illah". Pada tingkatan masyarakat dengan strata kaomu dan walaka beredar dua inti mantra yaitu "bismillahi rahmanir rahim" dan "kun waya kun". Inti mantra tersebut akan menjadi pembuka dan penutup dari seluruh rangkaian batata atau mantra bagi masyarakat wakatobi. 

foto diambil dari facebook
Masjid di Benteng Liya
Tradisi budaya wakatobi
Masyarakat wakatobi mengenal inti mantra berupa huruf hidup yaitu a, i, u, e huruf-huruf hidup tersebut dijadikan pembuka dan penutup batata yang diyakini oleh masyarakat wakatobi sebagai huruf pertama yang disebutkan oleh seorang manusia ketika pertama lahir ke dunia. Mantra huruf hidup biasanya digunakan untuk benteng diri. Ada perbedaan pemahaman antara masyarakat wakatobi dan buton daratan tentang mantra huruf hidup tersebut terutama pada penggunaan huruf e, dimana pada masyarakat wakatobi menggunakan keempat huruf tersebut sekaligus dalam setiap memulai dan menutup batata. Sedangkan pada masyarakat buton daratan (kraton) hanya menggunakan tiga huruf pertama yaitu a, i, u karena huruf e berfungsi untuk ilmu kebal. Masyarakat wakatobi yang berada pada barata kaedupa yang bertugas menjaga keselamatan kesultanan dibawah Kapitalao diharuskan kepada seluruh masyarakat untuk membaca keempat huruf hidup tersebut guna mendapat ilmu kebal.

Tradisi budaya wakatobi
Baca juga : Tradisi Kabanti Sebagai Tradisi Lisan Masyarakat Wakatobi (4) 

No comments:

Post a Comment